Translate

Minggu, 21 Juli 2013

Keluarga Sebagai Ujian Manusia







"…dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)…." (QS Ali 'Imran/3: 14)

Ibnu Katsir berkata "…melalaui ayat ini Allah hendak memberitahukan hal-hal yang menjadi hiasan hidup dunia dari beraneka ragam kenikmatan duniawi di antaranya isteri dan anak-anak. Isteri disebut pertamakali, karena ia ujian yang amat besar…[1]". Menurut Syeikh al Sya'rawy, keluarga dan harta adalah ujian yang Allah berikan kepada manusia, apakah hatinya berpaling dan lebih memintingkan egonya (yumiluhu ila syaksiyyatih), ataukah lebih mementingkan petunjuk Allah[2]. Menurut Wahbah Zuhayli, manusia diuji oleh Allah dengan di antaranya isteri dan anak-anak, yang dihiasi oleh syeitan sehingga dapat melalaikan manusia dari Tuhannya. Manusia dianggap lulus dari ujiannya ini, kata Zuhayli, jika ia dapat mengembalikan semua itu sesuai dengan kehendak sang empunya, yakni Allah SWT[3].  Penjelasan ini sejalan dengan firman Allah yang lain,
 

"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar" (QS al Ataghabun/64: 14).

Kata al Zuhayli, ujian anak berarti cobaan dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk anak[4]. Adapun yang menjadi sebab kecintaan manusia kepada isteri dan anak-anak adalah satu, yakni kekekalan jenis manusia, dan kekekalan nama dan gelar serta sebutan[5].
Fitnah yang disebut dalam firman-Nya, menurut Rasyid Ridla adalah ujian atau cobaan yang membelah jiwa untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, menerima atau mengingkari sesuatu. Fitnah isteri dan anak-anak itu, kata Ridla, bisa terjadi dalam bentuk keyakinan, ucapan dan tindakan yang Allah ujikan kepada setiap manusia, baik mukmin atau kafir, baik yang benar maupun yang munafik. Melalui ujian itu, Allah kelak akan menghisab dan membalas mereka menurut kelulusan mereka atas ujian itu dalam bentuk ketundukkan terhadap kebenaran atau kebatilan, amalan baik atau buruk[6].
Syaikhul mufassirin, al Thabari, ketika menafsirkan firman Allah QS al Anfal/9: 28 "…ketahuilah, sesungguhnya hartamu dan anakmu itu menjadi fitnah, dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar…", menjelaskan demikian. "…wahai orang yang beriman, sesungguhnya harta yang Allah titipkan padamu, dan anak-anak yang Allah hadiahkan kepadamu, adalah ujian dan cobaan bagimu. Semua itu Allah berikan kepada kamu sekalian untuk menguji, supaya Allah melihat amal kamu dalam menunaikan semua hak-hak Allah dan apakah kamu melaksanakan perintahnya dan meninggalkan sebaliknya…sesungguhnya Allah telah menyiapkan pahala yang besar bagi sesiapa yang menunjukkan ketaatannya kepada Allah dengan menunaikan semua amanat yang Ia titipkan kepadanya dari keluarga dan harta…"[7].


[1] Abu al Fida' al Ismail Ibn Katsir, op.cit, Juz 2, h. 19.
[2] Syeikh Muhammad Mutawali al Sya'rawy, Tafsir al Sya'rawy, (Mauqi' al Tafasir), h. 406.
[3] Mushtafa Wahbah al Zuhayli, op.cit, juz 3, h. 166.
[4] Ibid.
[5] Ibid, h. 167.
[6] Rasyid Ridla, Tafsir al Manar, op.cit, juz 9, h. 536.
[7] Muhammad Ibn Jarir al Thabary, op.cit, Juz 13, h. 486.