Translate
Minggu, 01 November 2015
HUKUM KEBIRI BAGI PEDOFILIA
PENOMENA PERPPU HUKUM KEBIRI BAGI PEDOFIL
Akhir-akhir ini kekerasan seksual terhadap anak kembali ramai diperbincangkan. Menurut data KPAI pada tahun 2013 terdapat 562 kasus, sedang pada tahun 2014 meningkat menjadi 1296 kasus. Peningkatan kasus kekerasan tersebut jelas sangat memperihatinkan semua pihak. Jika hal ini dibiarkan saja maka kita tidak bisa membayangkan bagaimana nasib generasi penerus bangsa ini.
Pelbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadi kasus-kasus serupa. Salah satunya adalah inisiasi dari pihak pemerintah untuk memberlakukan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak (pedofilia), yang akan dituangkan dalam bentuk Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan).
Penuangan dalam bentuk Perppu dianggap sebagai cara yang efesien dan cepat ketimbang harus menunggu revisi Undang-undang karena akan memakan waktu yang lama. Ini artinya hukuman kebiri dalam konteks ini adalah sebagai tambahan bagi hukuman yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu hukuman penjara maksimal selama 15 tahun dan denda berkisar Rp. 60.000.000-Rp. 300.000.000.
Setidaknya pemberlakuan hukuman kebiri ini diharapkan dapat ‘menginterupsi’ peningkatan kasus kejahatan seksual terhadap anak dan memberikan efek jera kepada pelakunya. Namun rencana pemerintah untuk menerapkan hukuman kebiri tersebut menimbulkan ikhtilaf (pro-kontra) di masyarakat, beberapa kalangan melakukan protes keras.
Di antara argumen kelompok yang setuju terhadap hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak adalah bahwa kejahatan tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai ordinary craime (kejahatan luar biasa), karenanya harus ditangani secara luar biasa juga. Sudah banyak anak-anak negeri ini yang menjadi korban kejahatan seksual, bahkan kasusnya cenderung meningkat tajam.
Namun kalangan yang tidak setuju berdalih bahwa hukuman kebiri melanggar HAM. Hasrat seksual adalah salah satu hal yang bersifat asasi karenanya tidak boleh ‘dimatikan’. Jika memang tujuannya adalah untuk memberikan efek jera bagi pelakunya, maka hal tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan hukuman yang sudah berlaku pada saat ini.
Bagi kelompok yang tidak setuju, efektifitas hukuman kebiri masih perlu dipertanyakan. Sebab, pelaku kejahatan kepada anak masih berpotensi melakukan kejahatannya selama kondisi mentalnya belum stabil. Ini artinya yang menjadi persoalan adalah jiwa pelakunya. Maka cara yang dianggap efektif adalah dengan memberikan pengobatan dan rehabilitasi kepada pelakunya, bukan menambah hukuman hukuman terhadap pelakuknya dengan hukuman kebiri.
Baik kalangan yang pro maupun yang kontra terhadap hukumana kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak pada dasarnya memiliki kesamaan semangat dan tujuan. Mereka sepakat bahwa kejahatan ini harus segera ‘diinterupsi’ dan ditekan sedemikian rupa agar tidak terus mengalami peningkatan.
Berangkat dari sinilah maka Lembaga Bahtsul Masail PBNU berinisiatif mengadakan halaqoh untuk mengkaji sejauh mana pandangan fikih dalam melihat hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Apakah dibenarkan dalam perspektif fikih memberikan hukuman kebiri kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak? Benarkah hukuman tersebut dalam perspektif fikih dianggap melanggar hak asasi (al-huquq al-insaniyyah)?
HUKUM KEBIRI BAGI PEDOFILIA DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM
Forum Kajian Santri Lirboyo (FKSL)Pedofilia secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yg berarti "mencintai anak". Kemudian diartikan dan disepakati untuk istilah mencintai/ketertarikan seksual kepada anak2. Pelaku pedofilia disebut Pedofil. Dgn demikian, prilaku pedofilia berarti merupakan penyimpangan seksual.
Islam sangat menyoroti kasus2 penyimpangan seksual sebagaimana telah ditegaskan dlm Al Qur'an yg mengisahkan prilaku seksual menyimpang dari kaum Nabi Luth, yaitu kaum Sodom. Allah telah melaknat dan mengharamkan perilaku kaum Sodom tersebut. Namun hukum haram itu belum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar